Matahari pagi mengintip malu-malu di balik dedaunan ketika Ana terbangun. Ia dapat mendengar suara napas anak laki-lakinya yang lembut dan teratur, Bintang, di dalam kamar kecil mereka. Ana dengan lembut membelai kepala Bintang yang terbaring lemah di atas kasur tipis. Selama berminggu-minggu, Bintang terlihat semakin lemah dan kurus. Tubuhnya yang dulu ceria dan penuh tawa, kini lebih sering terbaring lemas di pangkuan Ana.
"Kenapa, sayang? Kenapa kamu harus mengalami ini?" bisik Ana dengan suara bergetar. Hatinya terasa berat setiap kali ia menatap anak laki-lakinya. Ia tak kuasa menahan air matanya lagi. Ana tahu bahwa Bintang menderita gizi buruk. Sebagai seorang ibu yang bekerja serabutan di kota kecil, Ana tidak memiliki cukup uang untuk menyediakan makanan bergizi.
Penghasilan dari pekerjaan mencuci yang dilakukannya setiap hari hanya cukup untuk membeli beras dan minyak goreng. Ikan, daging, dan bahkan sayuran segar tampak seperti barang mewah yang sulit dijangkau. Ana bekerja tanpa kenal lelah, berharap setiap hari akan membawa keajaiban. Dia mengunjungi klinik kesehatan setempat, mencari saran dan bantuan. Perawat yang baik hati di sana memberinya beberapa vitamin dan nasihat untuk memanfaatkan apa yang mereka miliki dengan sebaik-baiknya.
Suatu hari, seorang relawan komunitas mengunjungi rumah mereka. Ia membawa sebuah keranjang yang berisi buah-buahan segar, sayuran, dan makanan bergizi. "Ini untuk kamu dan Bintang," kata relawan itu sambil tersenyum hangat. Ana merasakan secercah harapan saat air mata syukur memenuhi matanya. Dengan dukungan masyarakat, Bintang perlahan-lahan mendapatkan kembali kekuatannya, dan tawa kembali terdengar di rumah kecil mereka.